KILAS HISTORIS SEJARAH RADEN KANDURUHAN
MALANG.NUMALANG.ID., Asal usul Raden Kanduruhan, Raden Kanduruhan adalah putra dari Raden Patah raja Demak. Yang kami gali dari dua sumber, pertama: bersumber dari Babad Tanah Jawi. Kedua: bersumber dari kitab Tharikhul Auliya’. Pada bagian akhir jurnal ini akan kami lampirkan detail sumber informasi tersebut. Raden Kanduruhan menikah dengan sepupu dari Arya Terung yaitu panglima perang Islam yang menaklukkan kerajaan Sengguruh Hindu, Raden Kanduruhan beliau berpindah dari Sumenep Madura ke daerah Kromengan Malang dalam misi membantu Arya Terung untuk menaklukkan kerajaan Sengguruh, kemudian singgah di dusun Balokan Desa Kromengan dan berdakwah Islam. Hingga pindah ke dusun Ringinanom, sekarang tepatnya di Rt 04 Rw 02 Dusun Ringinanom Desa Kromengan Kecamatan Kromengan Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Hubungan dengan kejadian sejarah masa lalu:
- Kerajaan Gresik (Giri Kedaton)
Tercatat dalam babad ing Gresik pupuh 42 yang berbunyi “kalla semanten ingkang Sinuhun Prabu Satmata sampun dumugi ing yuswa, Seda, kasarekaken ing ardhi giri gajah, Sinengkalan Tahun Jawi Sariro layar Ing segara Rahmat”, 1428 (Babad ing Gresik Pupuh 42), artinya “pada saat itu Sunan Prabu Satmata telah menginjak usia lanjut, beliau mangkat dan dimakamkan di Gunung Giri Gajah” di tahun sangkala Jawa 1428 (Babad ing Gresik Pupuh 42), kemudian diangkatlah putra beliau Syeh Maulana Zaenal Abidin atau Susuhunan Dalem atau Sunan Giri II.
KNg. Agus Sunyoto. Tokoh wali songo yang bergelar Prabu Satmata ini makamnya terletak di sebuah bukit di Dusun Kedaton Desa Giri Gajah Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. Kompleks makam ini berupa dataran bertingkat dengan bagian belakang paling tinggi. Pintu gerbang masuk ke area pemakaman pada tingkat pertama ini ditandai gapura berbentuk candi bentar dengan undak-undakan beripih hiasan naga di kanan dan kirinya yang merupakan “Candara Sengkala Naga Loro Warnaning Padha” yang menunjuk angka tahun 1428 Saka atau (1506 Masehi), yaitu tahun dibangunnya pintu gerbang tersebut. Untuk masuk ke area tingkat kedua terdapat pintu gerbang candi bentar kedua yang sama dengan pintu gerbang pertama. Di area tingkat tiga terdapat pintu gerbang berbentuk paduraksa. Di area ketiga ini terletak sebuah tungkub (bangunan kuburan) yang berisi makam Sunan Giri beserta Istri. (Atlas Wali Songo. Tahun: 2021. Hal: 213).
- Kerajaan Majapahit Daha
Diceritakan dari “Serat Kanda ing Ringgit Purwa” bahwa Girindrawardana atau Diah Ranawijaya yang pada saat itu menjadi raja Majapahit terakhir, telah digulingkan oleh patih Udara 1490 masehi, karena enggan melawan Giri kedaton sebagai bawahan dari kerajaan Demak yang saat itu dipimpin oleh Raden Patah. Sebelumnya senopati Pecat Tondo yaitu patih Majapahit Daha menyerah kepada Demak saat menghadapi sunan Kudus “Raden Jakfar Sodik”. Maka dibawah kepemimpinan Patih Udara Majapahit Daha menyatakan akan menyerang Giri kedaton, karena merupakan pusat perkumpulan Wali Songo pada saat itu. Dan tahun 1524-1527 Raden Trenggono menyerang Majapahit Daha, karena bekerja sama dengan Portugis di Malaka untuk melawan Demak Bintoro. Hingga seluruh sisa-sisa punggawa dan pasukan Daha melarikan diri keselatan tepatnya di Kadipaten Sengguruh yang merupakan bawahan dari kerajaan Majapahit yang saat itu di pimpin oleh Raden Permana atau anak dari Patih Udara.
Sebagai balasan atas kekalahan kerajaan Daha “Majapahit Daha” tahun 1527. Adipati Sengguruh yang dipimpin Raden Permana menyerang Giri kedanton pada tahun 1535 tercatat dalam babad ing Gresik pupuh 43, yang berbunyi;
“KACARIOS ING KASIRNANIPUN KRATON MAJAPAHIT WONTEN KANTUNANIPUN PUNGGAWA NAMI ADIPATI SENGGURUH AMEPEG BALA BADE MALES DATENG KRATON GIRI SARENG SAMPUN KEMPAL, LAJENG BIDAL BADE ANGLURUK GIRI, KANJENG SUNAN DALEM SAMPUN MIRENG BILIH KEDATENGAN MENGSAH SANGKING MAJAPAHIT ENGGAL ANGEMPALAKEN KADANG WARGA SAHA PRAJURIT”. (Babad ing Gresik pupuh 43).
Kemudian pada tahun 1545 masehi Sultan Trenggono menyerang Sengguruh dengan bala bantuan dari pasukan gabungan antara lain:
- Pasukan Arya Terung “Adipati Terung” sekarang Sidoarjo
- Pasukan Raden Kanduruhan saudara seayah Sultan Trenggono dari ibu Randu Sanga (versi Babad tanah Jawi)
- Raden Pamekasan, saudara Raden Kanduruhan dari ibu Randu Sanga
Hingga Kadipaten Sengguruh bisa di taklukkan oleh pasukan gabungan Demak, setelah dikalahkan oleh pasukan Kesultanan Demak Kadipaten Sengguruh dipimpin oleh Arya Terung yang bergelar Ki Ageng Sengguruh II. Untuk mengamankan daerah kekuasaan yang telah di taklukkan, maka ditempatkanlah pasukan di beberapa titik lokasi tapal kuda. Termasuk juga Raden Kanduruhan bertempat di sebelah barat daya yaitu sekarang di dusun Balokan Desa Kromengan Kecamatan Kromengan, hingga dilanjutkan berdakwah agama Islam didaerah tersebut karena pada saat itu penduduk setempat masih belum sepenuhnya memeluk agama Islam.
- Keterkaitan Dengan Beberapa Peristiwa Sejarah Pulau Jawa
Diceritakan didalam Babad tanah Jawi bahwa setelah penyerangan ke Kerajaan Sengguruh Raden Trenggono mangkat dan terjadilah prahara perebuatan kekuasaan di Demak Bintoro. Sebelumnya Raden Kikin “Raden Suryo” ayah dari Aryo Penangsang telah dibunuh oleh Raden Mukmin, maka untuk membalas kematian ayahnya Aryo Penangsang membunuh Raden Mukmin bersama istrinya dengan menyuruh orang yang bernama Punglot. Kemudian Demak dipimpin oleh Arya Penangsang dan pusat pemerintahan dipindah ke Jipang “disebut Demak Jipang”, untuk mengamankan kekuasaanya Arya Penangsang berusaha untuk menghabisi seluruh anak keturunan Raden Patah yang dianggap menghalangi ia berkuasa di Demak termasuk suami dari Ratu Kalinyamat. Oleh karena peristiwa perebutan kekuasaan di kerajaan Demak, maka Raden Kanduruhan bermaksut untuk tidak ikut campur dalam urusan politik kerajaan dan beliau menetap Kadipaten Sengguruh, tepatnya disebuah dusun yang bernama Balokan dan menyebarkan agama Islam disana, hingga beberapa kurun waktu sampai masa Kerajaan Pajang dan masa kerajaan Mataram berdiri.
Hingga pada tahun 1615 Mataram menyerang ke Kadipaten Malang yang dipimpin oleh Tumenggung Surontani dan Ki Ageng Alap-Alap yang saat itu Sengguruh atau Brang Wetan dipimpin oleh Adi Pati Ronggo Toh Jiwo. Yang mempunyai anak perempuan bernama Roro Ayu Proboretno dengan seorang menantu bernama Raden Panji Pulang Jiwo dari Sumenep. Hingga pasukan Mataram tiba dan bermukim di Mentaraman Slorok dan Ngebruk saat ini, Desa Slorok Kecamatan Kromengan sementara Desa Ngebruk Kecamatan Sumberpucung. Dan kemudian terjadilah peperang selama kurang lebih empat bulan dan akhirnya Mataram bisa menguasai Kepanjian “Kepanjen” sekarang ini. Diperkuat dengan kedatangan pasukan Mataram, maka dakwah Islam kembali hadir dengan nuansa baru dan semangat baru di desa Kromengan. Tidak ada konsensus di antara para ahli sejarah mengenai apakah kerajaan Sengguruh benar-benar merupakan masa terakhir dari kerajaan Majapahit. Beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa kerajaan Sengguruh merupakan kelanjutan dari kerajaan Majapahit, sedangkan yang lain berpendapat bahwa sesungguhnya merupakan pemerintahan setelah keruntuhan Majapahit. Sejarah kerajaan Majapahit sendiri telah lama dikenal sebagai salah satu kerajaan besar di Nusantara yang menguasai sebagian besar wilayah Indonesia bagian timur pada masa itu. Namun setelah keruntuhan Majapahit, wilayah Jawa Timur terpecah menjadi beberapa kekuatan kecil, diantaranya adalah kerajaan Sengguruh.
- Silsilah Raden Kanduruhan Dalam Dua Versi
- Versi yang bersumber dari Babad Tanah Jawi
Seperti di awal kami sampaikan bahwa silsilah pertama berseumber dari Babad Tanah Jawi. Dalam sumber Babad Tanah Jawi di sebutkan bahwa Raden Patah sebagai Gelar Raja Islam Pertama, memiliki tiga orang istri. Istri ketiga dari Raden Patah adalah Randu Sanga yang memilik dua orang putra yakni; Raden Pamekas dan Raden Kanduruhan. Sebagimana peta bagan silsilah Raden Kanduruhan versi Babad Tanah Jawa.
- Versi yang bersumber dari kitab Tarikhul Auliya’
Nasab Raden Kanduruhan, cucu Sunan Ampel yang di guratkan pada dinding di area makam yang bersumber dari kitab Tarikhul Auliya’. Di sisi dalam gapura masuk kita akan melihat nasab Raden Kanduruhan yang merupakan cucu Sunan Ampel. Silsilah Raden Kanduruhan menyebutkan Sunan Ampel memiliki dua istri.
Pertama, Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati atau nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo al-Abbayi yang kemudian melahirkan lima anak, yaitu; Maulana Mahdhum Ibrahim atau Raden Mahdum Ibrahim atau Sunan Bonang atau Bong Ang, Syarifuddin atau Raden Qosim atau Sunan Drajat, Siti Syari’ah atau nyai Ageng Maloka atau nyai Ageng Manyuran, Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah.
Kedua, Sunan Ampel dengan Dewi Karim binti Ki Kembang Kunig, berputrikan Dewi Murtasiyah (istri Sunan Giri), Dewi Murtasimah atau Asyiqah (istri Raden Patah) yakni; ibunda Raden Kanduruhan, Raden Husamuddin atau Sunan Lamongan, Raden Zainal Abidin atau Sunan Demak, Pangeran Tumapel dan Raden Faqih atau Sunan Ampel II.
Silsilah dari istri kedua Sunan Ampel inilah yang tergurat di bagian atas dinding mengenai nasab Agung Raden Kanduruhan yang bertanggal angka 12 Rabiul Awal 20/4/571 M. Adapun silsilah yang tergurat di dinding tersebut yang mengambarkan dua generasi yang melahurkan Raden Kanduruhan. Pada sebelah kanan tertulis Ratu Cempo Raja Binatoro yang masuk Islam tahun 1300 M, turun ke Rorowati Murdiningrum dan Dewi Condrowulan. Dewi Condrowulan menikah dengan Syaikh Asy-Samarkhan atau lidah Jawa menyebut dengan “Asmorokondi” makam beliau di Tuban yang melahirkan Raden Rahmat terkenal dengan sebutan Sunan Ampel. Sunan Ampel menikah dengan Dewi Karimah dan melahirkan Dewi Murtasimah atau Asyiqah yang di nikahi Raden Patah. Pada sebelah kiri dinding gapura nasab Raden Kanduruhan tergurat paling atas nama R. Pajajaran Mundiwangi dan di bawahnya Raden Suruh kemudian “Raja Majapahit Prabu Kertowijaya” yang menikah dengan “Rorowati Murdianingrum”, dari pernikahan tersebut lahirlah “Raden Patah” pada dinding bertuliskan Gelar Raja Islam Pertama Jawa 1478-1518 M yang merupakan ayah dari “Raden Kanduruhan”
Makam Batu Nisan Berukir Era Mataram Islam Di Temukan Terkubur Pada Area Makam Raden Kanduruhan
Dokumentasi: LESBUMI PCNU Kabupaten Malang pada Sabtu; 14 September 20205
Pada hari Jum’at, 13 September 2025 masyarakat setempat dekat area makbaroh Raden Kanduruhan tepatnya di Rt 04 Rw 02 Dusun Ringinanom Desa Kromengan Kecamatan Kromengan Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Melakukan pemugaran area dalam makbaroh Raden Kanduruhan yang sudah sejak lama di agendakan akan melakukan pemugaran, kegiatan pemugaran yang dilakukan pada malam hari, saat proses penggalian untuk meratakan posisi tanah supaya lebih merata, masyarakat yang turut serta dalam kegiatan gotong royong tersebut menemukan “Batu Nisan Berukir”, awalnya hanya berfikiran batu pada saat mencangkul, namun karena khawatir sesuatu yang penting, maka pengalian di lakukan secara pelan-pelan dan merata, dan akhirnya terbentuklah penemuan “Makam Batu Nisan Berukir” bersebelahan dengan makbaroh Raden Kanduruhan. Begitu informasi yang kami dapat pada Jum’at malam (13 September 2025), pada hari Sabtu, 14 September 2025. Jam: 10:11 Wib. Kami langsung terun kelokasi area makbaroh Radem Kanduruhan untuk memastikan, mengecek, mendokumentasi dan menggali informasi tersebut lebih dalam dari tokoh juru kunci makbaroh Raden Kanduruhan yakni, bapak Budi Irawan.
Untuk sementara ini hasil analisis dalam catatan kami LESBUMI PCNU Kabupaten Malang, bahwa beliau yang “Makam Batu Nisan Berukir”, berukir dalam catatan kami adalah mengistilahkan “Slilir” ukiran-ukiran atau guratan-guratannya menunjuk pada entitas tertentu, sebagimana dalam buku “Nisan Hanyakrakusuma” karya penelitian Yasir Arafat baru-baru ini, untuk sementara dalam catatan kami beliau tersebut adalah orang terdekat dengan Raden Kanduruhan, dari Batu Nisan Berukir tersebut menunjukkan pada Era Mataram Islam. Dalam beberapa literatur yang kami dapati bahwa Batu Nisan Berukir itu di kenal atau lebih populer dengan sebutan Era Sultan Agung. Nah, kenapa kemudian ada dan di dapati di area Makbaroh Raden Kanduruhan, di awal catatan kami telah kami urai asal mu asal silsilah beliau Raden Kanduruhan. Dalam hal ini kami juga menyampaikan apresisi yang sebesar-besarnya atas atensi masyarakat setempat dalam turut serta menjaga, merawat, nguri-nguri makam bersejarah seperti beliau Raden Kanduruhan adalah tokoh sejarah Nasional yang senantiasa kita hidupkan kembali semangatnya manakib-manakib sejarahnya. Dokumentasi pada Sabtu; 14 September 2025. Jam: 10:31 Wib. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya pada juru kunci makbaroh Agung Raden Kanduruhan Malang bapak Budi Irawan membersamai kami juga senantiasa eksis dan konsisten dalam merawat dan penjagaan makbaroh Raden Kanduruhan Malang, serta ucapan terima kasih pada ibu Hj. Laras Keinin Malang pemerhati sejarah dan tradisi warisan Nusantara juga pencinta Tosan Aji “Keris” yang turut serta dalam “Ngapit Lacak Jejak Raden Kanduruhan Malang”, bagian III.
Oleh: Abdul Aziz Syafi’i (Ketua LESBUMI PCNU Kabupaten Malang)