Dok: Berlangsung hangat ngaji Syawir bersama rekan IPNU
Apa itu syawir kamulyan?
Syawir Kamulyan merupakan salahsatu wadah untuk mempelajari ilmu-ilmu agama islam, atau yang biasa kita kenal dengan istilah ngaji. Sehingga mereka yang mempelajari Ilmu-ilmu tuntunan agama islam melalui Syawir Kamulyan memiliki kesan substansial sebagai penempuh wadah ngaji. Hal ini senyalir dengan semangat yang ada di dalamnya, yaitu “Wiridan Ngaji Preine Yen Wes Mati“. Artinya, jama’ah Syawir Kamulyan tidak akan memiliki istilah selesai atau berhenti dari ngaji, kapanpun dan dimanapun, bersama yang lain ataupun sendiri.
Kata ‘Syawir’ diambil dari bahasa arab yang berarti musyawarah, forum diskusi, dan sharring. Meskipun Syawir Kamulyan sendiri lebih condong memaknai kata Syawir dengan cangkrukan atau jagongan, alias forum gayeng, itu terasa lebih santai, asik dan menyenangkan. Sedangkan kata ‘Kamulyan’ diambil dari bahasa jawa yang berarti kemuliaan. Dari 2 kata yang telah menyatu inilah filosofi Syawir Kamulyan terbentuk, yaitu forum gayeng yang membahas kemuliaan. Karena spirit utama Syawir Kamulyan adalah ngaji, maka dari itu kata kemuliaan meninjau segi aspek agama, bukan yang lainnya (materialisme). Sehingga, kemuliaan bagi jama’ah Syawir Kamulyan adalah taqwa kepada Allah SWT dan mensuri tauladani ajaran Rasulullah SAW. Tentu menuju tercapainya cita-cita mulia itu, jama’ah syawir kamulyan memilih jalan ngaji sebagai bentuk ikhtiar mereka.
Selain paparan diatas, kalimat ‘Syawir Kamulyan’ memiliki makna filosofi lain, yaitu 2 kata bahasa yang berbeda menyatu dalam satu kalimat menjadi satu kesatuan. Syawir adalah bahasa Arab dan Kamulyan adalah bahasa Jawa. Makna filosofisnya adalah, kata ‘Syawir’ sebagai simbol agama dari Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw di Arab dan kata Kamulyan sebagai simbol pribumi (Indonesia), dengan kata lain agama islam yang telah dirumuskan oleh para Mujtahid, Wali Songo khususnya. Al-hasil, jama’ah syawir kamulyan adalah orang yang bemadzhab Ahlussunnah Waljama’ah An-Nahdliyah, tanpa membatasi orang lain untuk turut serta mengkaji ilmu agama islam (ngaji).
Kisah 4 orang muasal Berdirinya Syawir Kamulyan
Syawir Kamulyan resmi terbentuk pada hari Jum’at, 11 Mei 2023, ba’da Isya’ di Gubug Purwojati (Mubtadi’ul Haq) Pesantren Rakyat Al-Amin Sumberpucung, Kabupaten Malang. Gubug yang terbuat dari kayu jati ini merupakan bangunan pertama Pesantren Rakyat di kawasan Selatan (Pesantren Putra). Sebelum semua bangunan ada, gubug ini sudah berdiri gagah ditengah sawah-sawah saat itu. Hari ini, 2024, Gubug itu sudah berada di tengah gedung-gedung raksasa di sekitarnya. Mulai dari Masjid Baitul Ihsan, ndalem Kiai, ndalem-ndalem dewan pengasuh, gedung BLK, kamar-kamar santri putra.
Penggagas Syawir Kamulyan adalah M. Siddiq Zamzam alumni Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran Gondanglegi Malang, salah satu Pesantren tersohor di Kabupaten Malang yang didirikah oleh Mbah K.H Yahya Syabrowi, ulama’ jebolan Pondok Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo. Selain itu, ia juga alumni Pondok Pesantren Ma’had Aly Raudlatul Muhibbin Bogor, salah satu Pesantren yang membidangi kajian tasawuf dan tarekatnya yang didirikan oleh Dr KH. M Luqman Hakim P.hd., founder Cahaya Sufi, pengampu kajian Kitab Al-Hikam di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, Masjid Agung Gresik, dlsb. Mursyid Thariqah Syadziliyah khususnya di wilayah Jabodetabek itu adalah jebolan Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dan Pondok pesantren Suluk (PETA) Tulungagung.
Dok: M. Siddiq Zamzam (penggagas Syawir Kamulyan)
Da’i muda NU asal Kalipare Gus Siddiq membeberkan awal mulanya ia mendirikan Syawir Kamulyan. Berdasarkan cerita, mulanya ada 2 orang sahabat yang mereka ingin ngaji atau muthala’ah secara tatap muka bersama dengan Gus Siddiq, mereka menginginkan kehidupannya menjadi lebih baik dan bermanfaat melalui ngaji.
“Kedua orang ini menyampaikan keinginan mereka pada moment santai (jagongan) bersama saya. Salahsatunya rekan Burhan, ia menyampaikan bahwa ia merasa butuh untuk ngaji, karena ditengah keberhasilannya dalam usaha yang ia geluti, ia merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Dan ia merasa yang kurang itu adalah asupan nilai-nilai rohani yang bersifat ukhrowi. Di moment lain ada juga rekan Ikbar, ia menyampaikan juga tentang alasannya ingin ngaji bareng, ia menuturkan bahwa dirinya sangat merindukan suasana ngaji di pesantren, setelah ia keluar dari pesantren, ia merasa sangat jarang sekali membuka kitab-kitab karya para Ulama’, bahkan moment muthala’ah hampir tidak ada dalam kesehariannya”. Ujar Gus Siddiq
Singkat cerita, saat rekan Mas Burhan ini ada janjian mensopiri KH. Abdullah SAM pengasuh Pesantren Rakyat Al-Amin Sumberpucung yang akan tindak ngaji. Tak lama sambil menunggu yai, ia berbincang (jagongan) dengan penggagas syawir kamulyan yang merupakan pengampu kelas takhashsus pesantren rakyat, sontak ia mengatakan “Mas, aku pengen ngaji ndek sampean”. Ia juga bertanya tentang kelas takhasus yang diampu olehnya itu, mulai dari jaadwal dan kitab-kitab yang dikaji. Dari pertemuan itu penggagas syawir kamulyan mulai membungkus permintaan ngaji dari 2 rekan tersebut.
Ngaji Fiqih Dasar
Gus siddiq mengisahkan materi yang tepat untuk disampaikan ditengah-tengah ngaji syawir bersama para rekannya ini.
“Gus seandaninya saya ngaji ndek sampean bagaimana?, seumpama ngaji nahwu-shorof, ya siapa tau nanti dari ilmu alat ini bisa baca kitab, lalu ngisi ngaji di musholla dikampung saya Gus?” pintanya sebagaimana diceritakan Gus Siddiq.
“untuk ngajinya, yang paling pas kalau kita ngaji fiqih dasar dulu. Nanti ilmu alatnya kita selingi setelah fiqih itu,” jawab Gus Siddiq
Gus siddiq bersedia memberikan materi fiqih dasar untuk bekal dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya materi yang cocok ialah kitab Safinatun Najah.
“Kalau kamu mau ngaji ilmu alat, itu jamnya harus panjang, butuh istiqomah Mas. Kalau kamu siap, ya bisa-bisa saja,” tuturnya Gus Siddiq
Dari sinilah Gus Siddiq memiliki inspirasi untuk mendirikan sebuah wadah ngaji. Akhirnya, ia menceritakan kisah di atas kepada Ustadz Zainal Mustofa, beliau adalah santri (alumni) PP Zainul Ulum Ganjaran Gondanglegi Malang, Pondok Pesantren tertua di desa santri itu yang didirikan oleh si Mbah KH Zainal Alim, seorang Ulama’ karismatik pertama di desa Ganjaran yang merupakan santri Syaikhona Muhammad Kholil Bin Abdul Latif Bangkalan. Beliau berjuluk “Kiaeh Tombu”. Setelah itu ia juga menceritakan inisiatifnya untuk mendirikan wadah ngaji tersebut. Dan Ustadz Zainal merespon baik, menyetujui, bahkan berkenan untuk ngaji bersama-sama dan berjuang untuk wadah itu.
Ahlan Wa Sahlan “Tarekat Syawir Kamulyan.”