NUMALANG.ID,-Cukuplah Kematian Menjadi Nasihat
كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَاِنَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ.
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan (QS Ali Imron: 185)
Wahai saudara muslim, ketahuilah bahwa setiap makhluk ciptaan Allah pasti akan mati. Kematian tidak memandang usia, pangkat, harta, atau jabatan. Setiap yang bernyawa pasti akan kembali kepada-Nya. Drama kehidupan yang kita jalani tentu memiliki awal dan akhir, sementara hanya Allah-lah yang tetap kekal.
Tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan ajal akan datang; bisa tahun depan, bulan depan, besok, bahkan mungkin beberapa detik lagi. Harta, jabatan, ataupun kawan karib tidak mampu menolong ketika saat itu tiba, kecuali amal-amal baik yang telah kita persiapkan.
Para ulama menjelaskan bahwa secara umum ada dua keadaan ketika nyawa berpisah dari badan:
- Kematian yang lembut, dialami oleh orang bertakwa. Mereka merasakan ketenangan, seakan pintu surga telah terbuka menyambut.
- Kematian yang menyakitkan, dialami oleh mereka yang hidup dalam kelalaian, dosa, dan kemaksiatan. Pada saat-saat sakaratul maut, penderitaannya terasa sangat berat.
Semua itu bergantung pada amal dan jalan hidup yang ditempuh selama di dunia.
Wahai saudara muslim, gunakanlah kehidupan ini untuk bertakwa kepada Allah: menjauhi larangan-Nya dan melaksanakan perintah-Nya. Carilah nilai tambah dalam setiap amal, karena dunia hanyalah tempat transit menuju negeri akhirat.
Para ulama mengumpamakan kehidupan manusia seperti perjalanan dengan kapal besar menuju pulau tujuan bernama akhirat. Di tengah perjalanan, kapal singgah di sebuah pulau indah bernama dunia. Para penumpang diizinkan turun, tetapi diingatkan bahwa tempat tersebut hanyalah persinggahan sementara.
Ada penumpang yang tetap sadar dengan pesan sang nahkoda. Ia mengambil bekal yang diperbolehkan, secukupnya, lalu kembali ke kapal sebelum keberangkatan. Dialah orang yang mengingat akhirat dan tidak tertipu oleh keindahan dunia.
Namun ada pula penumpang yang lalai. Ia terpikat oleh indahnya pulau dunia, sibuk mengumpulkan segala hal yang tidak dibutuhkan. Ia mengira bahwa di sanalah tujuan akhir. Ketika peluit kapal berbunyi tanda keberangkatan, barulah ia tersadar. Ia bergegas kembali, tetapi tempatnya sudah ditempati orang lain. Inilah gambaran orang yang tertipu oleh dunia dan lupa akhirat.
Lebih celaka lagi, ada orang yang sama sekali tidak kembali ke kapal—mereka yang menganggap dunia adalah segalanya. Mereka inilah golongan yang terputus dari perjalanan menuju kebahagiaan abadi.
Saudaraku, kematian adalah nasihat paling kuat. Ia mengingatkan bahwa setiap langkah kita di dunia harus dipertanggungjawabkan. Maka marilah kita memanfaatkan hidup ini untuk memperbanyak ibadah, memperbaiki diri, dan mempersiapkan bekal menuju perjalanan panjang yang sebenarnya.
-Wallahu a’lam-
Penulis: Sidiq Nugroho al-Pehkuloni




