NUMALANG.ID – Dalam hidup, tidak banyak orang yang meninggalkan jejak mendalam dalam hati kita. Namun bagi saya, Bapak Abdurrohim Prabowo atau yang kami panggil dengan penuh kasih, Pak Bowo adalah sosok yang akan selalu saya kenang sebagai guru, pembimbing, sekaligus orang tua yang begitu berarti dalam perjalanan hidup dan pengabdian saya.
Pertemuan saya dengan beliau bermula pada momen Kirab 1 Abad Nahdlatul Ulama di Kabupaten Malang. Saat itu saya baru mulai mengikuti kegiatan di tingkat cabang, masih canggung dan belum mengenal banyak hal. Tapi sejak awal, Pak Bowo hadir bukan hanya sebagai pembina organisasi, melainkan sebagai guru kehidupan yang mendampingi dengan sabar, membimbing dengan keteladanan, dan merangkul dengan hati yang luas.
Pak Bowo adalah tipe guru yang tidak banyak berkata-kata formal, tapi setiap tindakannya penuh makna. Saya masih ingat bagaimana beliau menyambut kami dengan kalimat-kalimat sederhana yang hangat:
“Gèkné kopi, Gar.” (Buatkan kopi, Gar).
“Iki lo rokok, lek gak nduwé rokok.” (Ini ada rokok, kalau tidak punya rokok).
“Mangan opo, Rek? Njajal niliki.” (Makan apa, Rek?, coba saya cicipi).
Kalimat-kalimat itu, meskipun tampak biasa, justru memuat kedalaman cinta dan perhatian yang jarang dijumpai dalam dunia yang serba sibuk. Beliau menjadikan ruang organisasi sebagai rumah yang nyaman, bukan tempat yang menegangkan.
Sebagai guru, beliau mengajarkan nilai-nilai dengan cara yang sangat halus. Dari beliau, saya belajar bahwa keikhlasan lebih penting daripada sorotan publik, bahwa membimbing tak harus dengan nada tinggi, cukup dengan senyum dan keteladanan. Bahkan ketika kami malas atau lalai, beliau tidak pernah marah. Ia hanya tersenyum, mengajak bercanda, dan tanpa sadar kami tersentuh untuk memperbaiki diri.
Kini, Pak Bowo telah berpulang. Tapi bagi kami, murid-murid yang pernah merasakan sentuhan kasih dan didikan tulusnya, beliau tak pernah benar-benar pergi. Nilai-nilai yang beliau tanamkan tumbuh dalam diri kami, membentuk cara kami berpikir, bertindak, dan mengabdi.
Terima kasih, Pak Bowo.
Engkau bukan hanya guru dalam catatan hidup kami, tapi juga pelita yang menerangi langkah kami hingga hari ini.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan pengabdianmu dengan tempat terbaik di sisi-Nya. Husnul khatimah, suargi langgeng. Aamiin.
Penulis: Teggar Saputra