Jumat, September 20, 2024
spot_img

Jelang Ramadhan, LBM PCNU Kabupaten Malang Bahas Masalah Pengeras Suara Masjid dan Musholla

NUMALANG.ID – Malang – Lembaga Bahtsul Masa’il PCNU Kabupaten Malang membahas berbagai permasalahan menjelang bulan Ramadhan 1443 H.

Kegiatan Bahtsul Masa’il dilaksanakan di YP Al Hasanul Mu’min, Sumberejo, Pagak, Malang, mulai tanggal 30 Maret hingga 03 April 2022.

Kegiatan Bahtsul Masa’il ini juga dilaksanakan bersamaan dengan penutupan sementara kegiatan LBM MWC NU Pagak tahun 2022.

Ketua LBM PCNU Kabupaten Malang KH Muhammad Mihron Zubaidi menyampaikan, dalam acara ini juga dihadiri perwakilan LBM dari 33 MWC dan beberapa perwakilan Pondok Pesantren di Kabupaten Malang.

“Bahtsul Masa’il merupakan ruh pergerakan NU, bahkan berdirinya NU tidak lepas dari bahtsul masa’il oleh para masyayikh untuk menentukan arah pergerakan dan perjuangan Nahdlatul Ulama,” kata KH Muhammad Mihron Zubaidi, dalam sambutannya ketika membuka acara tersebut.

Karenanya, kata KH M Mihron Zubaidi, tradisi bahtsul masa’il sangat penting untuk tetap dilestarikan untuk menjaga ruh NU sesuai dengan apa yang telah dicita-citakan oleh para muassis NU.

Beliau juga berpesan bahwa tradisi bahtsul masa’il juga harus mampu menyesuaikan diri dalam rangka akhdzu bil jadid al aslah.

namun, juga tidak boleh melupakan bahwa kita tetap dituntut untuk muhafadzoh ala al qodimis sholih, termasuk metode musyawarah dan bahtsul masa-il ini perlu kita bumikan kembali di bumi arema.

“Ini dalam rangka mengamalkan prinsip yang kita yakini al muhafadzoh al qodim as sholeh wal akhdzu bil jadid al aslah,” ujarnya.

Acara bahtsul masa’il kali ini akan membahas tiga persoalan, termasuk di antaranya adalah masalah pengeras suara.

Menurutnya, mengatur penggunaan toa di masjid dan musholla merupakan wewenang pemerintah, bahkan dalam hal ini dianjurkan karena jelas ada maslahah ammah yang bisa dicapai.

Di antara maslahah tersebut adalah menjaga ketertiban, kenyamanan dan ketentraman kita dalam bersosial dan bernegara.

“Jika ditinjau lebih jauh sebenarnya esensi dari aturan tersebut adalah agar tidak terjadi tasywis atau mengganggu orang lain, sehingga pada praktiknya bisa kondisional, tergantung situasi kodisi masyarakat setempat,” pungkasnya. (Hari Istiawan)

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img
-- advertisement --spot_img

Jangan Lewatkan

Terkini