Rabu, November 27, 2024
spot_img

KH. Chamzawi, Guru Sederhana Pendidik Sejati

Malang, NUMALANG.ID “Saya mempunyai jargon khoiru an-naas an-fauhum linaas. Kata-kata inilah yang menjadi motivasi saya untuk selalu memberi kemanfaatan bagi manusia lainnya”, ungkap KH. Chamzawi di Komplek Perumahan Pengasuh Ma’had Al-Jami’ah UIN Maliki Malang sebelum beliau wafat.

Ia bernama lengkap Chamzawi. Sosok Kyai sederhana serta tulus dan ikhlas dalam mendidik santri-santrinya, baik dari kalangan mahasiswa maupun masyarakat umum. Lahir di Desa Sulang Kabupaten Rembang Jawa tengah pada tanggal 8 Agustus 1951 dari pasangan keluarga sederhana yaitu Mbah Syaechon dan Mbah Sarjinah.

Kyai Chamzawi merupakan anak ke delapan dari sembilan bersaudara. Semenjak kecil Kyai Chamzawi dididik dan diajarkan ilmu agama oleh Abahnya sendiri, yaitu Mbah Syaechon. Mbah Syaechon bukanlah seorang Kyai besar yang memiliki ribuan santri. Ia hanyalah petani biasa yang taat beribadah, serta disiplin dan tegas dalam mendidik anak-anaknya. Akan tetapi, Mbah Syaechon memiliki harapan besar bahwa anak-anaknya kelak harus menjadi orang yang memegang teguh serta istiqomah dalam menjalankan ajaran-ajaran agama. Oleh karena itu, ketika Kyai Chamzawi kecil masih duduk di bangku Sekolah Dasar ia diwajibkan ngaji pada Kyai Karismatik di Desanya, yaitu Kyai Ridwan, Kyai Mahali, dan Kyai Abdul Wahab di Madrasah An-Nuroniyah. Di madrasah ini Kyai Chamzawi kecil belajar membaca Al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu agama.

Setelah umur 12 tahun, Kyai Chamzawi melanjutkan sekolah formalnya ke Sekolah Menengah Pertama Negeri Rembang. Karena dirasa terlalu jauh jarak tempuh antara Kota Rembang dengan Desa Sulang, Kyai Chamzawi dipondokkan di Tasikagung Kota Rembang yang diasuh oleh Kyai As’ad. Disini, Kyai Chamzawi mulai mengenal kajian kitab kuning.

Ketekunan Kyai Chamzawi dalam mempelajari ilmu agama diketahui oleh ibunya Mbah Sarjinah. Oleh karena itu, pada tahun 1967 Kyai Chamzawi dimasukkan ke Pondok Darul Hadist Al-Falakiyah, Kota Malang. Di pondok ini, Kyai Chamzawi mendalami ilmu hadist kepada Ustadz Abdullah bin Abdul Qadir Bal-Faqih. Setelah dirasa cukup mendalami ilmu hadist di Pondok Darul Hadist, Kyai Chamzawi melanjutkan ke Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri untuk mendalami ilmu alat, fiqh, dan tasawuf.

Di Pondok Pesantren Lirboyo ini, Kyai Chamzawi belajar kurang lebih selama 6 tahun dibawah bimbingan KH. Marzuki Dahlan dan KH. Mahrus Aly. Selama nyantri di lirboyo, Kyai Chamzawi muda sangat tekun dan ulet dalam belajar, kususnya kitab kuning. Kesungguhannya tampak dari penguasaan terhadap kitab kuning, mulai dari tingkat ula hingga ulya. Sehingga, pada saat itu Kyai Chamzawi muda ditunjuk oleh teman-temannya sebagai Rais ‘Am (baca; Ketua Umum) dalam syawir seputar masaail fiqhiyah maupun nahwiyah. Selain itu, Kyai Chamzawi muda juga dikenal sebagai santri yang mudah bergaul dan memiliki kedekatan dengan keluarga dalem Lirboyo, utamanya dengan Alm. Gus Thohir Marzuki (adek kandung KH. Idris Marzuki). Lewat Gus Thohir inilah Kyai Chamzawi muda bisa menimba ilmu ke mustahiq (baca; guru pembimbing) langsung dari gus-gusnya Lirboyo, seperti; Alm. KH. Idris Marzuki, Alm. KH. Aziz Mansur, dan KH. Anwar Mansur.

Kecintaannya terhadap ilmu tidak membuat Kyai Chamzawi puas dengan apa yang didapatkan di Pondok Pesantren Lirboyo. Setelah tamat dari Lirboyo, Kyai Chamzawi hijrah ke Malang untuk melanjutkan studi sarjana muda dan sarjana lengkap di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Cabang Malang. Tradisi turast kitab kuning yang dibelajari selama nyantri di Lirboyo digabungkan dengan tradisi kritis mahasiswa menghiasi keintelektualan beliau selama menjadi mahasiswa. Kyai Chamzawi menyelesaikan gelar akademiknya pada tahun 1981. Kemudian, setelah sarjana beliau meminang Hj. Sri Wahyuni, dan dikaruniai 4 Putra, dan 1 Putri yaitu Moh. Izzudin, Alm. Moh. Faiq Nasrullah, Moh. Arif Mustaqim, Moh. Mu’tashimbillah, dan Aida Hidayah Lutfia.

Ikhlas Mendidik Umat

“Pumpung masih muda, ya harus berjuang kapan lagi kalau bukan sekarang. Dawuh K.H. Achmad Muhdhor ini selalu saya jadikan pegangan dalam khidmah lil umat”, ujar kyai kelahiran Rembang tersebut.

Pengabdian beliau kepada masyarakat dimulai semenjak duduk di bangku perkuliahan. Selama menjadi mahasiswa, Kyai Chamzawi mengabdikan dirinya sebagai ta’mir di musholla Nurul Huda Dinoyo Gang VI, Kota Malang. Di tempat inilah beliau memulai merintis taman pendidikan al-Qur’an (TPQ) untuk anak-anak pada sore hari, dan pengajian malam untuk masyarakat. Selain itu, Kyai Chamzawi juga menghidupkan tradisi-tradisi an-Nahdliyah, seperti tahlilan, diba’an, manaqiban dan lainnya. Selain da’wahnya yang santun, kedekatannya dengan warga membuat masyarakat simpati sama beliau. Sehingga, tidak heran pada waktu itu, masyarakat berbondong-bondong untuk memenuhi majlis ilmu yang dipimpinnya.

Kyai Chamzawi memang terkenal sebagai kyai yang mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan. Terbukti, ada 6 instansi yang pernah beliau singgahi untuk menyampaikan ilmu, diantaranya; Madrasah Aliyah Khairudin, Gondanglegi Kabupaten Malang, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAI) Negeri Malang (Sekarang menjadi UIN Maliki Malang), Universitas Islam Malang (UNISMA), Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Kepanjen (Sekarang menjadi Universitas Raden Rahmat), Universitas Islam Lamongan (UNISLA), dan Universitas Raden Wijaya Mojokerto.

Selain sibuk dalam dunia pendidikan, beliau juga aktif dalam mengembangkan organisasi Nahdhtul Ulama Cabang Kota Malang.  Kurang lebih selama 25 tahun beliau berkecimpung di NU, ada cerita menarik ketika awal beliau masuk di pengurusan NU. Pada zaman Orde Baru memang sulit mencari dana untuk kegiatan dan pendampingan masyarakat, kususnya warga Nahdliyin. Untuk menghidupkan NU biar kegiatannya tetap berjalan, Kyai Chamzawi beserta pengurus lainnya mengadakan iuran. Bahkan, tidak sedikit beliau menyisakan gaji mengajarnya di kampus untuk keberlangsungan kegiatan NU di masyarakat. “Kalau dulu, pengurus NU itu iuran guna kegiatan dan pendampingan masyarakat, bukan malah meminta dana kepada masyarakat”, ungkap rois syuriah PCNU Kota Malang tersebut.

Keistiqomahan beliau dalam mendidik dan khidmah untuk umat masih konsisten hingga sekarang, walaupun kini usianya tidak muda lagi, yaitu 67 tahun. Hal ini terbukti dengan padatnya jadwal beliau untuk mengisi pengajian rutin dalam satu pekan. Mulai malam senin dan malam selasa beliau ngajar kitab nashoih ad-diniyah di masjid al-amin dan masjid al-hidayah, sedangkan ba’da isya’nya beliau ngajar mau’idhotul mu’minin dan subulus salam di Pondok Luhur. Malam rabu ba’da magrib beliau ngajar tafsir al-Qur’an di Masjid Al-Ittihad Merjosari, sedangkan ba’da isya’nya beliau ngajar di Pondok Fathimiyah. Rabu pagi beliau ngajar ibu-ibu muslimat NU mulai jam 06.00-07.00 Pagi di kediamannya. Malam kamis ba’da magrib 2 minggu sekali secara bergiliran beliau ngajar tafsir al-Qur’an di Masjid Da’watul Khairat Sumbersari, dan Masjid Al-Ikhlas Joyo Suko, sedangkan ba’da isya’ beliau ngaji risalatul mu’awanah dengan beberapa mahasiswa di kediamannya. Kamis pagi ba’da subuh beliau ngisi ceramah di Masjid Jami’ Kota Malang. Dan malam jum’at digunakan untuk dampingi mahasantri di Ma’had Al- Jami’ah, baik tahlilan, diba’an maupun khotmil Qur’an. Malam sabtu ba’da magrib ngisi ceramaah keagamaan di masjid al-Mukhlisin, Kaliurang dan ba’da isya’nya di Pondok Ainul Yaqin UNISMA. Malam minggu, di masjid Al-jihah, Bondoyudho.

Istiqomah ngajar dan berda’wah di masyrakat selama satu pekan penuh tentu tidak mudah. Banyak ustadz-ustadz yang tidak sanggup. Akan tetapi, hal ini berbeda dengan Kyai Chamzawi. Keteguhan beliau dalam berkhidmah untuk umat harus kita contoh. Beliau mengajar bukan karena gaji, melainkan untuk ngaji dan mengabdikan dirinya pada umat. Menurutnya, kunci utama beliau bisa istiqomah dalam mendidik dan khidmah lil umat adalah ikhlas. “Kunci utama seorang pendidik itu adalah ikhlas karena hanya mengharap ridlo Allah SWT, bukan yang lain. Kalau seandainya kamu dapat imbalan itu hanya bonus saja dari Allah mas. Jadi, jangan sampai imbalan itu membuat hatimu condong kesana. Ingat mas, bonus tuhan di akhirat kelak jauh lebih besar”, Pungkasnya mengakhiri obrolan santai pada sore itu.

Penulis: Achmad Sirojul Munir

Pengurus LTN PCNU Kabupaten Malang & Ketua Ansor Kelurahan Turen. Penulis berdomisili di JL. Pesantren RT. 09 Rw. 08 Turen Kab. Malang. No. HP. 085735580577, e-mail: [email protected].  Sekarang ia aktif ngajar di MTs Shirotul Fuqoha’ Gondanglegi, dan di Ponpes Ittihadul Muslimin Turen Malang, serta satu minggu sekali mengajar di Madrasah Diniyah PP Sabilurrosyad Gasek Kota Malang.

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img
-- advertisement --spot_img

Jangan Lewatkan

Terkini