Kamis, September 19, 2024
spot_img

GP Ansor gandeng Lesbumi Warnai Harlah ke 90 dengan Festival Kesenian 1000 Banteng, catat tanggalnya!

dok: suasana rapat persiapan harlah ansor

Malang-Berlangsung dengan suasana santai, beberapa catatan penting pada saat tehnikal meeting yang diikuti oleh 1000 Banteng dalam rangkaian Harlah GP Ansor ke 90. Persiapan ini di gelar di Rest Area Lumba-Lumba Turen Kabupaten Malang. Ahad (19/05/24).

Adapun hasil pleno dari diskusi panjang panitia dan juri sebelum Tehnikal Meeting dimulai, para juri yang telah hadir jam 12.30 Wib, kemudian memulai pleno diskusi baik terkait tema besar yang telah disepakati “Uri-uri tradisi mengembalikan marwah bantengan dalam merawat kebudayaan asli malang”. Dilanjut pembahasan tata tertib festival hingga misi besar dari festival 1000 Banteng dalam kegiatan Harlah GP Ansor ke 90 ini. Lima juri yang di tunjuk sebagaimana surat resmi PC GP Ansor Kabupaten Malang, terlampir dari DKM Malang hadir ketua cak Suroso, kemudian Maestro Bantengan cak Mustakim, dari kami Lesbumi PC NU Kabupaten Malang ketua Abdul Aziz Syafi’i dan Ki Ihsan Subero “Maestro Ludruk Malang” devisi Sejuk Manitro (Seni pertunjukan, Sinematografi dan Kesenian Tradisional).

Kalimat MARWAH dalam tema besar itu sengaja di ambil dan disepakati sepakati bersama bahwa berkaitan dengan  fenomena bantengan atau istilah ‘Mberot’ sudah banyak keluar dari pakem aslinya sebagai budaya khas Malang. Hal inilah menjadi motivasi serta edukasi bersama bahwa festival ini tidak hanya sekedar euforia belaka, namun misi penting didalamnya adalah mengedukasikan baik pada pelaku seni Bantengan serta kepada warga Malang khususnya.

Kami menegaskan bahwasanya, tidak pernah ada Bantengan, jika tidak ada Pencak Silat Jawa, begitulah asal muasal Bantengan sebagai tradisi budaya asli Malang, karena sejatinya ia tidak akan berdiri sendiri tanpa ada Pencak Silat Jawa.

“Keterputusan pencak silat dengan bantengan, sehingga ini menjadi penting untuk di rekomendasikan kepada pelaku seni Bantengan menjadi media edukasi bersama, media silaturahmi bersama baik pelaku dan lembaga terkait.” Ungkap Abdul Aziz Syafi’i

Lebih penting lagi bahwa misi besar kita adalah kebersamaan dan kerukunan. Tegas kami sampaikan, bahwa dulu retan waktu tahun 1990 an pendekar pencak silat adalah pendekar bantengan, nah kemudian kenapa ada kalangan atau pembatas antara performance pencak silat dan bantengan dengan penonton sehingga ada batasan mana pemain mana penonton.

“Kalaupun ada pemain bantengan dalam kondisi kalap (tidak sadar) hingga keluar kalangan sejatinya dalam rangka mengambil sesuatu, misalnya pasangan bahasa Jawa bisa santet, tenun dan sejenisnya.” Imbuhnya

Kegiatan harlah ini diwarnai dengan tampilan festival 1000 bantengan yang bakal meriah, yang akan dilaksanakan pada Minggu, (25/05/24). Pada dasarnya kalap dalam performance bantengan sangat minim terjadi dan jarang kita temui saat itu. Melainkan tidak pernah ada tampilan penari wanita dalam performance bantengan seperti saat ini, tidak ada unsur miras dan sejenisnya, tidak ada senjata tajam (sajam) hanya dilakukan dalam performance pencak silat itupun di peragakan oleh Maestro atau senior dalam dunia pencak silat. Sehingga semua perkembangan bantengan dengan banyak varian dan variasi saat ini tentunya tetap memperhatikan misi nilai luhur ajaran budaya yang “Adhi Luhung”, memperhatikan nilai moralitas Bangsa, menjadi media edukasi dan tentunya bernilai estetik tanpa harus rasis dan menyakitkan.

Pewarta: Abdul Aziz Syafi’i (Ketua Lesbumi PCNU Kabupaten Malang)

 

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img
-- advertisement --spot_img

Jangan Lewatkan

Terkini