NUMALANG.ID, Bululawang – Kader muda Nahdlatul Ulama yang dimotori oleh PAC Gerakan Pemuda Ansor Kecamatan Bululawang merespons berdirinya perusahaan-perusahaan di wilayahnya dengan menggelar Forum Group Discussion (FGD) terkait dampak sosial industrialisasi, Selasa (6/6/2023) di Esto Coffee.
FGD ini menghadirkan Dr. KH. Ahmad Bahrul Huda dari Pondok Pesantren An-Nur 1 Bululawang, M. Yusuf Azwar Anas, Wakil Sekretaris PCNU Kab Malang, dan Gus Fauzi selaku Ketua Ranting NU Desa Gading, Kecamatan Bululawang.
Diskusi yang dimoderatori Yatimul Ainun, Pemred Media Online TimesIndonesia.co.id ini mengajak para peserta untuk mengkaji dampak positif dan negatif adanya industrialisasi agar bisa disikapi secara arif dan bijaksana.
Pemantik diskusi, M. Yusuf Azwar Anas yang juga Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Raden Rahmat (Unira), Kepanjen mengawali diskusi dengan memaparkan bagaimana munculnya industri bisa saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar sehingga tidak sampai terjadi konflik sosial.
Ia menyontohkan hasil penelusurannya bahwa ada sebuah pabrik di Desa Purworejo, Tuban, mulai berdiri hingga saat ini tidak pernah terjadi konflik sosial dengan masyarakat sekitarnya. Mengapa bisa seperti itu?
“Ternyata ada komitmen-komitmen yang disepakati bersama oleh masing-masing pihak atau stakeholder, warga, pemerintah desa, tokoh masyarakat, ormas, dan dilaksanakanan,” ujar Yusuf.
BACA JUGA: Memetik Spirit Swara Nahdhatoel Oelama
Menurutnya, praktik-praktik berkomunitas di wilayah tersebut tetap berjalan, tradisi lokal keagamaan juga tidak terganggu, sehingga kuncinya adalah adanya komitmen pengusaha dengan stakeholder wilayah setempat bagaimana perusahaan/pengusaha dengan kehidupan masyarakat sekitar bisa saling menguntungkan.
“Ini yang perlu dikuatkan,” katanya.
Sementara Dr. KH. Ahmad Bahrul Huda yang juga jajaran Syuriah MWCNU Bululawang menekankan bahwa harus ada pemetaan dampak sosial keagamaan, apa saja dampaknya, mana yang bisa diatasi dan mana yang tidak bisa diatasi, serta siapa yang bisa mengatasi.
“Pemetaan itu yang penting, terutama dampak negatifnya. Mana yang bisa kita atasi dan mana yang tidak bisa,” kata Gus Huda, sapaan akrabnya.
Menurutnya, yang perlu menjadi dasar dalam hal ini adalah kaidah Dar’ul Mafasid Muqaddamun ‘ala Jalbil Mashalih atau menolak sesuatu yang lebih besar mafsadatnya (sesuatu yang bersifat negatif) lebih diutamakan daripada melaksanakan sesuatu yang bersifat masholih (sesuatu yang bersifat positif).
Beliau memberi masukan bahwa kader-kader NU harus bisa mengambil peran dengan membantu perusahaan-perusahaan di bidangnya masing-masing. Misalnya, kalau di dalam perusahaan itu ada masjidnya, bisa membantu dengan menyediakan tenaga-tenaga untuk memakmurkan masjid tersebut.
“Kita harus bisa membangun kedekatan lebih dulu kepada perusahaan, misal menyediakan da’i, muazin, dan lain-lain,” ujarnya.
BACA JUGA: PCNU Kabupaten Malang dan PCNU Lumajang Resmikan Gedung Madin di Pronojiwo
Sementara itu, Gus Fauzi yang juga Ketua Ranting NU Gading Lor, mengungkapkan kegalauannya terhadap adanya pabrik-pabrik di wilayahnya, namun dinilainya belum memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat sekitar.
Gus Fauzi juga khawatir dampak negatif dari adanya pabrik di wilayahnya kalau tidak disikapi dan disiapkan penanggulangannya sejak saat ini akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat sekitar di masa yang akan datang.
“Saya butuh waktu lama untuk menerima kehadiran pabrik, namun akhirnya berkesimpulan bagaimana bisa bisa berjalan seiring, tidak dirugikan salah satunya, terutama masyarakat di sekitar pabrik,” katanya.
Peserta yang hadir seperti perwakilan dari Fatayat, IPNU-IPPNU, PMII, KNPI, serta tokoh masyarakat tampak gayeng dan memberikan masukan serta rekomendasi-rekomendasi untuk dijadikan bahan masukan bagi pengambil kebijakan. (*)