NUMALANG.ID, MALANG – Datangnya bulan Suro (Muharram 1444 H) disambut meriah warga RW 4 Dusun Ngamprong, Desa Banjarejo, Kecamatan Pakis Kabupaten Malang. Serangkaian acara mereka gelar sejak pagi hingga malam, Ahad (31/07/2022). Acara berbalut tradisi dan budaya masyarakat muslim Jawa itu mereka beri tajuk “Tasyakuran Warga Dusun Ngamprong”.
Pada puncak acara, warga melakukan pembacaan secara berjamaah khotmil Qur’an 30 juz. Terlebih dulu dilakukan “tawasulan” atau yang biasa disebut “arwahan” kirim arwah.
Ritual kirim doa itu ditujukan kepada tokoh-tokoh “bedah krawang” leluhur, pendiri dusun atau desa, tokoh, ulama agama penyebar Islam, dan tokoh yang mewakafkan tanahnya ke desa untuk kemaslahatan warga. Nama arwah dari semua warga dusun setempat juga dikirimi doa. Para arwah itu dimintakan ampunan atas dosa atau kesalahan semasa hidup.
Selanjutnya, pada pukul 19:20 WIB, warga tumpah-ruah di jalan. Mereka menyatu dalam “kirab ancak tasyakuran”. Berbagai bentuk makanan menghiasi ancak dan besek yang di arak keliling dusun. Ada tumpeng nasi kuning dan aneka ragam masakan lainnya. Sedekah hasil bumi berupa sayuran dan buah-buahan turut serta. Tak lupa pula “jajan pasar” snack kesukaan anak-anak dan remaja.
Nuansa kampung dan pedesaan semakin berwarna dengan 109 “oncor” lampu dari bambu yang dibalut dengan kain dan dibasahi minyak tanah. Nyalanya merah merona, menghiasi sepanjang jalan beriringan dengan ancak yang dikelilingkan warga dusun menuju lokasi, yaitu area pemakaman Ki Ageng Sukmo Hadi, salah satu tokoh bedah krawang atau punden dusun Ngamprong Desa Banjarejo.
Pembacaan istighotsah sekaligus tahlil dilangsungkan menambah suasana khidmat serta kekhusyukan dalam lantunan doa serta mutiara wirid yang dihaturkan dengan harapan semoga senantiasa mendapatkan ridla serta hajat warga masyarakat setempat diterima, dikabulkan oleh Allah Swt.
Dalam sambutannya kepala Desa Banjarejo, Suko Mulyono, mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kegiatan yang tahun ini sudah memasuki tahun ketiga. Ia berharap besar pandemi Covid 19 benar-benar berakhir dan warga segera menyiapkan kegiatan untuk peringatan hari ulang tahun RI ke-77 supaya lebih meriah serta bermakna.
Semua perangkat desa tampak hadir dalam acara ini. Begitu pula Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Eko Santoso. Hadir pula Ketua Tanfidziyah Pengurus Ranting NU Banjarejo, Muji Slamet.
Kegiatan juga diisi orasi budaya yang disampaikan Ketua PC Lesbumi NU Kabupaten Malang, Aziz Syafi’i. Gus Aziz, begitu ia biasa disapa, mengawali orasinya dengan mengajak semua yang hadir mengikuti serta menirukan kalimat “talqin kebudayaan”. Ini merupakan bentuk ikrar dengan menyebut nama Allah SWT, shalawat atas kanjeng Nabi Muhammad Saw., mengucapkan salam kepada para wali-wali kekasih Allah, senantiasa berkhidmat menjaga NKRI, menjaga Pancasila, berkhidmat pada NU, serta menjaga budaya.
“Masyarakat perlu dan sangat penting bersinergi, bekerjasama dengan pemerintah desa erat kaitannya dengan tasyakuran malam ini. Mari senantiasa menjaga kebersamaan,” kata Gus Aziz.
Berikut beberapa hal penting yang disampaikan Gus Aziz terkait acara hari itu.
Pertama, bahwasanya mensyukuri nikmat Allah SWT adalah sebuah keniscayaan, sebuah keharusan sebagai makhluk yang telah dan senantiasa diberi kenikmatan.
“Allah SWT senantiasa menambahkan nikmat yang terus menerus hingga tak putus-putus dari segala penjuru. bahkan pintu nikmat itu dari mana arahnya takkan pernah kita duga-duga. Maka, syukur serta senantiasa bertakwa kepada Allah SWT adalah kunci kenikmatan-kenikmatan berikutnya,” terangnya.
Kedua, kirab tumpeng atau tradisi selametan bari’an sedekah makanan dan hasil bumi merupakan salah satu kekhasan tradisi masyarakat Jawa. Jika dilihat secara mendalam, esensi dari acara ini adalah makna sekaligus bentuk syukur kepada Allah SWT dengan berbagi sedekah makanan dan hasil bumi.
“Yang tak kalah penting adalah memperkuat rasa kebersamaan, persaudaraan ukhuwah Islamiyah serta ukhuwah wathaniyah dengan dimaknai makan bersama setelah doa penutup dihajatkan kepada Allah SWT. Maka secara filosofi realisasi dari kegiatan ini adalah bentuk dari nilai-nilai ajaran Islam,” ujar Gus Aziz .
Ketiga, nyekar pesarean atau ziarah kubur yang dimulai dari khotmil Qur’an 30 juz merupakan tradisi yang memiliki esensi sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam Ahlussunnah Waljamaah Annahdliyah. Dengan bertawasul sekaligus berdoa, memohonkan ampunan pada Allah SWT, kita berharap ahli kubur ini senantiasa diampuni dosa serta kesalahannya di masa hidupnya.
Keempat, membacakan “manakib” sejarah dari para pendahulu, tokoh bahkan ulama yang membuka, mendirikan dusun atau desa. “Kita bacakan manakibnya sejarah serta perjuangannya, sehingga anak cucu kita kelak tidak terputus sanad atau silsilah kesejarahannya,” ucapnya.
Menurut Gus Aziz, ini adalah bagian dari bentuk terima kasih kepada para leluhur, tokoh, atas perjuangan mereka sehingga anak cucu saat ini hidup dalam kondisi baik dan makmur secara ekonomi.
Kelima, NU yang cara berdakwahnya meneruskan cara dakwah wali songo, maka mustahil bagi NU anti terhadap budaya. Meski begitu, harus diingat bahwa garis kebudayaan NU berakar dari cahaya ketauhidan. Ini selaras dengan semangat LESBUMI NU yang dirumuskan dalam Rakornas PB Lesbumi NU 2021, yakni jalan dakwah kebudayaan berbasis ketauhidan. (*)
Penulis: M. Nasai (Divisi Sastra Sanjaya PC Lesbumi Kabupaten Malang) | Editor: Munib Rofiqi