Oleh: Dr. Hj.Noer Rohmah, M.Pd.I
numalang.id – Hari Santri, yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober sebagai hasil dari fatwa resolusi jihad, bukan sekadar perayaan seremonial biasa. Lebih dari itu, selain mengingatkan kembali kontribusi perjuangan santri dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, ia adalah momentum untuk meneguhkan kembali komitmen kaum santri dalam menjaga kemerdekaan Indonesia dan berkontribusi aktif dalam mewujudkan peradaban dunia yang lebih baik.
Bagimana peran historis santri dalam kemerdekaan ? Sejarah mencatat, santri memiliki andil besar dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Fatwa Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 membakar semangat para santri dan seluruh elemen bangsa untuk melawan penjajah. Dari Surabaya, api perlawanan menyebar ke seluruh pelosok negeri, mengantarkan Indonesia menuju gerbang kemerdekaan. Sayangnya, sejarah ini belum banyak diketahui generasi muda, padahal merupakan bukti kuat akan peran santri dalam melawan kolonialisme.
Di era modern, tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin kompleks. Radikalisme, intoleransi, ketimpangan sosial, kerusakan lingkungan, belum lagi berita terbaru yang diunggah oleh salah satu media di Indonesia yang sangat tidak sopan, memojokkan dan sangat merendahkan dunia pesantren, kiai dan para santri, hal ini menjadi isu-isu krusial yang membutuhkan solusi konkret. Di sinilah peran santri kembali diuji. Santri tidak boleh hanya terpaku pada ilmu agama klasik. Mereka harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, menguasai teknologi, dan memiliki wawasan global. Dengan bekal ilmu agama yang kuat dan pengetahuan yang luas, santri harus bisa membuktikan bahwa mereka dapat menjadi agen perubahan yang membawa Indonesia menuju peradaban dunia yang lebih maju dan berkeadilan.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut yakni agar santri bisa menjadi agen perubahan yang membawa Indonesia menuju peradaban dunia yang lebih maju ada beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan secara konsisten oleh dunia pesantren saat ini yaitu:
1. Peningkatan Kualitas Pendidikan: Pondok pesantren harus terus berbenah diri, meningkatkan kualitas pendidikan, dan mengembangkan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan zaman.
2. Penguatan Ekonomi Umat: Santri harus didorong untuk berwirausaha dan menciptakan lapangan kerja. Kemandirian ekonomi akan memperkuat posisi tawar umat Islam dalam percaturan ekonomi global.
3. Promosi Islam Moderat: Santri harus menjadi garda terdepan dalam menyebarkan Islam yang moderat, toleran, dan inklusif. Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian.
4. Pelestarian Lingkungan: Santri harus terlibat aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan. Kesadaran akan pentingnya menjaga alam adalah bagian integral dari ajaran Islam.
Agar beberapa langkah strategis tersebut bisa terwujud maka kolaborasi antara pesantren dengan para akademisi, dengan dunia usaha, dengan dunia Kesehatan dan lingkungan hidup, apalagi dengan dunia media dan dengan elemen-elemen yang lainnya menjadi sebuah keniscayaan. Agar pesantren, Kiai dan santri benar-benar bisa mengawal Indonesia merdeka menuju peradaban dunia. Dapat disimpulkan bahwa Hari Santri adalah momentum untuk merayakan semangat perjuangan dan pengabdian kaum santri kepada bangsa dan negara. Dengan semangat yang sama, mari kita teruskan perjuangan para pendahulu kita, mengawal Indonesia merdeka menuju peradaban dunia yang lebih baik.
Penulis: Ketua STIT Ibnu Sina Malang, Sekretaris LPTNU Kab. Malang, Pengurus Muslimat NU Kab. Malang
Referensi:
1. Choiruzzad, S. A. M. (2016). Resolusi Jihad: Sejarah, Dokumen, dan Implikasi. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
2. Madjid, N. (1995). Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan.
3. Ma’arif, A. S. (2009). Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan: Sebuah Refleksi Sejarah. Yogyakarta: Kanisius.




