Poncokusumo, NU Malang — Peringatan Hari Anak Nasional 2025 di Kabupaten Malang dirayakan dengan semarak melalui serangkaian kegiatan edukatif dan budaya, Rabu (23/7/2025). Salah satu agenda utama adalah peluncuran permainan edukatif “Roro Pangkon”, sebuah inovasi berbasis budaya lokal yang diinisiasi untuk mencegah praktik perkawinan anak.
Kegiatan yang digelar di Balai Desa Wonorejo, Kecamatan Poncokusumo, ini menjadi bagian dari program INKLUSI yang digagas oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Kabupaten Malang. Program ini didukung Pemerintah Australia dan Indonesia melalui Bappenas, serta menggandeng berbagai organisasi masyarakat sipil.
Berbagai lomba seperti cerdas cermat, mewarnai mamamia, jalan sehat, hingga sarasehan turut meramaikan peringatan Hari Anak di daerah ini. Semuanya dirancang untuk menumbuhkan semangat partisipasi anak-anak sekaligus memperkenalkan nilai-nilai budaya lokal sebagai penguat karakter.
Ketua Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD) Wonorejo, Bagus Mukmin, dalam sambutannya menyampaikan bahwa keterlibatan aktif anak dalam kegiatan ini diharapkan dapat menjadi alternatif positif di tengah derasnya arus digitalisasi.
“Anak-anak perlu dikenalkan kembali pada nilai-nilai budaya agar tidak terus terpaku pada gawai. Ini juga bisa menjadi ruang tumbuh yang sehat bagi mereka,” ujar Bagus.
Senada dengan itu, Virliani Nur Kristi dari Sekretariat INKLUSI menekankan pentingnya upaya pemulihan kesadaran budaya di kalangan anak dan remaja. Ia menilai, dunia digital yang kian akrab dengan kehidupan anak perlu diimbangi dengan penguatan akar budaya.
“Momen Hari Anak Nasional ini kami manfaatkan untuk mengajak anak kembali mengenali jati diri budayanya, agar mereka mampu menyaring pengaruh digital dan mengembangkan kreativitas secara lebih utuh,” tutur Virliani.
Ketua PC Fatayat NU Kabupaten Malang, Umi Khoirotin Nasichah, yang turut menjadi mitra pelaksana program INKLUSI, menegaskan bahwa kampanye ini juga menyasar peningkatan kesadaran kolektif mulai dari anak-anak, keluarga, hingga pemangku kebijakan—terhadap pentingnya pencegahan perkawinan usia dini.
Ia menjelaskan, permainan edukatif “Roro Pangkon” yang diluncurkan menjadi media penyampaian pesan tentang hak anak, pendidikan, dan kesehatan reproduksi secara menyenangkan dan partisipatif.
“Dengan pendekatan yang melibatkan komunitas secara aktif, kami berharap terbangun komitmen bersama yang berkelanjutan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak,” ujarnya.
Program INKLUSI sendiri merupakan bagian dari kerja sama bilateral Indonesia dan Australia yang bertujuan memperkuat inklusi sosial dan kesetaraan gender dalam pembangunan. Di Kabupaten Malang, program ini diimplementasikan oleh Lakpesdam NU bersama mitra lokal melalui berbagai strategi advokasi dan pemberdayaan masyarakat. (*)
Kontributor: Royhan Rikza