NU Malang – Upaya pencegahan perkawinan anak terus digalakkan. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU menggelar kegiatan ‘Inisiasi Pencatatan Peristiwa Perkawinan’ sebagai bagian dari Program Inklusi Pencegahan Perkawinan Anak (PPA), Rabu (18/6/2025), di Pawon Bromo Café & Resto, Kabupaten Malang.
Kegiatan ini dihadiri tokoh masyarakat, kepala desa, serta perwakilan Pengadilan Agama Kabupaten Malang. Fokus utama kegiatan adalah mendorong keterlibatan pemerintah desa dalam pencatatan pernikahan dan pencegahan perkawinan usia dini.
Ketua Lakpesdam Kabupaten Malang, Soetomo, menyatakan bahwa persoalan seperti stunting dan perkawinan anak hanya bisa diselesaikan lewat kerja sama lintas sektor.
“Pencegahan perkawinan anak adalah tanggung jawab kolektif. Dibutuhkan kolaborasi yang solid antarinstansi dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak,” tegasnya.
Dari sisi hukum, Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Kabupaten Malang, Hadijah Hasanuddin, S.H., M.H., menekankan pentingnya kehati-hatian dalam memberikan dispensasi kawin. “Dispensasi hanya diberikan jika ada alasan mendesak dan bukti faktual, seperti kehamilan atau tekanan sosial. Tidak semua permohonan kami kabulkan,” ujarnya.
Hadijah memaparkan data dispensasi kawin di Kabupaten Malang sepanjang 2024. Kecamatan Poncokusumo tercatat paling tinggi dengan 61 kasus, disusul Wajak (41), Singosari (36), dan Lawang (29). Ia menargetkan nol dispensasi kawin pada tahun mendatang.
Dalam sesi diskusi, sejumlah kepala desa mempertanyakan legalitas pencatatan nikah siri di tingkat desa dan kekhawatiran saat diminta menerbitkan surat keterangan.
“Kami khawatir surat keterangan nikah siri menimbulkan tanggung jawab hukum bagi desa,” ujar Kepala Desa Dengkol.

Hadijah menanggapi bahwa surat keterangan dapat diterbitkan asalkan pasangan memenuhi batas usia perkawinan dan digunakan semata untuk kebutuhan administratif.
“Meski desa tidak berwenang mencatat secara hukum, pencatatan internal bisa menjadi dasar administratif, seperti saat pengajuan isbat nikah,” jelasnya.
Kegiatan ini menjadi langkah awal penguatan kesadaran kolektif di tingkat desa untuk melindungi hak anak serta memperbaiki tata kelola kependudukan berbasis realitas sosial.
Pewarta: Syaifudin Zuhri, S. Pd