back to top
Sabtu, Juli 5, 2025

Tokoh Agama Kabupaten Malang Nyatakan Komitmen dalam Mencegah Perkawinan Anak

Lawang, NUMALANG.ID – Tokoh agama Kabupaten Malang menyatakan komitmennya dalam mencegah praktik perkawinan anak. Komitmen tersebut ditegaskan dalam kegiatan bertajuk “Pelibatan Tokoh Agama dan Deklarasi dalam Pencegahan Perkawinan Anak” yang diselenggarakan oleh LAKPESDAM NU bersama Fatayat NU Kabupaten Malang pada Selasa (27/5/2025), bertempat di Balai Desa Srigading, Kecamatan Lawang. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Inklusi yang bertujuan membangun masyarakat inklusif, adil gender, dan bebas diskriminasi.

Kepala Desa Srigading dalam sambutannya menyampaikan bahwa pencegahan perkawinan anak merupakan langkah krusial dalam mewujudkan generasi emas Indonesia 2045. Ia menyebutkan bahwa Desa Srigading bersama tiga desa lainnya, yaitu Sumberputih (Wajak), Wonorejo (Poncokusumo), dan Dengkol (Singosari), menjadi wilayah dampingan program ini.

“Kami berharap Forum Anak dapat menjadi agen perubahan di lingkungan masing-masing, dengan Posyandu Remaja sebagai sarana edukasi yang berkelanjutan,” ujarnya. Ia juga menyampaikan apresiasi atas dukungan berbagai pihak yang telah mendorong kelangsungan program tersebut.

Dalam sesi pemaparan utama, Drs. H. Ode Saeni Al Idrus, M.Ag, menyoroti pentingnya peran tokoh agama dalam mencegah perkawinan anak. Ia menyatakan bahwa angka perkawinan anak di Kabupaten Malang masih tergolong tinggi, dan hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama.

“Tokoh agama memiliki pengaruh besar dalam membentuk kesadaran masyarakat. Mereka bisa menyampaikan pesan agama yang relevan, mendorong perencanaan keluarga, dan menjadi agen perubahan,” tegasnya.

Ode Saeni juga mengulas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 beserta revisinya, yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, yang menetapkan usia minimal menikah adalah 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan. Namun, ia menyebutkan bahwa kenyataannya masih banyak permohonan dispensasi nikah. Faktor tradisi, ekonomi, rendahnya pendidikan, serta tekanan sosial menjadi penyebab utama. Ia menegaskan bahwa perkawinan anak memiliki risiko tinggi terhadap kesehatan, ekonomi, dan kestabilan sosial keluarga.

Sesi tanya jawab mengungkapkan adanya kekhawatiran masyarakat, seperti ketakutan terhadap pergaulan bebas yang kerap dijadikan alasan untuk menikahkan anak. Para tokoh menyepakati bahwa solusinya bukan dengan mempercepat pernikahan, melainkan melalui edukasi, pendampingan, dan penguatan nilai moral yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Dalam sesi diskusi lintas iman yang melibatkan tokoh dari berbagai agama, termasuk Gereja Katolik, disampaikan bahwa pencegahan perkawinan anak merupakan tanggung jawab lintas sektoral. Para tokoh agama sepakat bahwa semua ajaran agama menekankan pentingnya kesiapan mental, fisik, dan ekonomi dalam menjalani kehidupan pernikahan.

Deklarasi bersama yang dilakukan oleh para tokoh agama ini menjadi langkah awal untuk membangun gerakan kolektif yang lebih masif dalam mencegah praktik perkawinan anak, demi masa depan generasi yang lebih cerdas, sehat, dan bermartabat di Kabupaten Malang. (*)

 

spot_img
spot_img
-- advertisement --spot_img

Artikel Pilihan