numalang.id-Setiap tanggal 25 November, Indonesia memperingati Hari Guru Nasional, sebagai bentuk penghormatan kepada para pendidik yang telah memberikan ilmu, teladan, dan pengabdian tanpa pamrih. Pada kesempatan ini, penting bagi kita untuk mengingat dan meneladani sosok guru yang tidak hanya mencerdaskan akal, tetapi juga membangun jiwa dan karakter. Salah satu tokoh besar yang layak kita refleksikan adalah KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), yang sering disebut sebagai Murobbi Ruhina (pendidik ruhani kita).
- Hasyim Asy’ari: Guru Bangsa dan Pemimpin Umat
- Hasyim Asy’ari adalah sosok kiai yang menjadi simbol keteladanan seorang pendidik sejati. Lahir pada tahun 1871 di Jombang, beliau dikenal sebagai ulama yang tidak hanya menguasai ilmu agama tetapi juga memiliki perhatian besar terhadap pendidikan umat. Pesantren Tebuireng yang didirikannya pada tahun 1899 menjadi pusat pendidikan Islam yang mencetak banyak ulama, pemimpin, dan intelektual.
Sebagai murobbi ruhina, KH. Hasyim Asy’ari tidak hanya mendidik santrinya dalam ilmu-ilmu keislaman seperti fiqih, tafsir, dan hadis, tetapi juga menanamkan nilai-nilai akhlak mulia, nasionalisme, dan cinta tanah air. Dalam risalahnya yang terkenal, Adabul ‘Alim wal Muta’allim, beliau menekankan pentingnya hubungan yang harmonis antara guru dan murid. Guru harus mengajar dengan hati yang tulus, sementara murid harus menghormati guru dengan penuh adab.
Ketika bangsa Indonesia berada di bawah penjajahan, KH. Hasyim Asy’ari menjadi pelopor perjuangan melalui pendidikan. Beliau yakin bahwa kemerdekaan sejati hanya bisa diraih dengan membangun umat yang berilmu, berakhlak, dan bermartabat. Dalam seruan Resolusi Jihad yang dikeluarkannya pada tahun 1945, beliau memotivasi umat untuk mempertahankan kemerdekaan sebagai bagian dari kewajiban agama, menunjukkan bagaimana pendidikan dan perjuangan berpadu dalam visi besarnya.
Para Kiai NU: Guru dan Penjaga Nilai-Nilai Kebangsaan
Selain KH. Hasyim Asy’ari, para kiai Nahdlatul Ulama lainnya juga menunjukkan peran guru sebagai penjaga moral dan nilai-nilai kebangsaan. KH. Wahid Hasyim, putra KH. Hasyim Asy’ari, adalah salah satu kiai muda yang turut merumuskan dasar negara. Dengan latar belakang pendidikan pesantren, beliau memahami bahwa ilmu harus diterapkan untuk kepentingan masyarakat luas.
Demikian pula, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), cucu KH. Hasyim Asy’ari, melanjutkan warisan pendidikan ini dengan memperjuangkan hak-hak kaum minoritas dan pluralisme di Indonesia. Gus Dur sering menyebut bahwa peran pesantren tidak hanya mencetak orang alim, tetapi juga melahirkan pemimpin yang peduli pada kemanusiaan dan kebangsaan.
Para kiai NU lainnya, seperti KH. Maimoen Zubair, KH. Mustofa Bisri, dan KH. Marzuki Mustamar, terus menunjukkan bagaimana seorang guru dalam tradisi Islam tidak hanya berperan di kelas, tetapi juga di tengah masyarakat sebagai pengayom, pembimbing, dan pencerah.
Hari Guru: Momentum Meneladani Pendidikan Holistik
Keteladanan KH. Hasyim Asy’ari dan para kiai NU mengajarkan bahwa pendidikan tidak hanya bertujuan mencerdaskan, tetapi juga mendidik akhlak dan jiwa. Dalam konteks modern, peran guru semakin kompleks. Guru di sekolah, ustadz di pesantren, atau bahkan seorang pemimpin informal di masyarakat, semua memiliki tanggung jawab yang sama: membangun generasi yang berilmu, berakhlak, dan memiliki rasa cinta terhadap bangsa.
Hari Guru adalah momentum untuk merefleksikan peran para pendidik, khususnya dalam menghadapi tantangan zaman. Sebagaimana KH. Hasyim Asy’ari mengintegrasikan ilmu, akhlak, dan nasionalisme dalam pendidikan, para guru hari ini juga harus mampu mengajarkan nilai-nilai kebangsaan di tengah globalisasi.
Menjaga Spirit Guru Ala Pesantren
Pesantren sebagai salah satu institusi pendidikan tertua di Indonesia memiliki warisan mendalam dalam membentuk karakter bangsa. Guru-guru di pesantren, yang disebut kiai dan ustadz, dikenal karena dedikasinya yang tinggi. Mereka tidak hanya memberikan ilmu secara gratis, tetapi juga mengajarkan teladan hidup sederhana, keberanian, dan keikhlasan.
Meneladani para kiai NU, Hari Guru ini seharusnya menjadi pengingat bahwa profesi guru bukan sekadar pekerjaan, tetapi juga sebuah panggilan jiwa untuk mendidik dan mengasuh generasi yang lebih baik. Semangat murobbi ruhina dari KH. Hasyim Asy’ari dan para kiai NU mengajarkan bahwa keberhasilan pendidikan terletak pada keikhlasan hati sang guru, adab murid, dan keberkahan ilmu yang diajarkan.
Semoga keteladanan mereka menjadi inspirasi bagi para guru dan pendidik di Indonesia untuk terus memberikan yang terbaik bagi bangsa dan agama. Selamat Hari Guru!
Penulis: Asyhar Muhibbunnuha