Kamis, September 19, 2024
spot_img

Mengenal lebih dekat Hari Arafah, mari kita simak!

(dok: Wafiq, ilustrasi)

Malang, numalang.id-Jika tanggal 8 Dzulhijjah disebut dengan hari Tarwiyyah, maka tanggal 9 tepat sehari sebelum hari raya Idhul Adha dilaksanakan disebut dengan hari Arafah. Penyebutan hari Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah ini juga mempunyai kisahnya sendiri.

Dikutip dari kitab Mafatihul Ghoib, kitab masterpiecenya Imam Al-Rozy. Konon, pada hari Arafah ini, Nabi Ibrahim benar-benar sudah mengetahui bahwa mimpi menyembelih putranya yang dialaminya pada malam hari Tarwiyyah benar-benar berasal dari Allah. Sebelum akhirnya beliau benar-benar menyembelihnya pada hari ke-10 bulan Dzulhijjah hingga akhirnya Allah mengganti putranya dengan seekor domba.

Selain dari kisah Nabi Ibrahim di Atas, pada hari Arafah pula Allah mengajari Nabi Adam untuk melaksakan ibadah haji. Pun demikian malaikat Jibril juga mengajari Nabi Ibrahim tata cara pelaksanaan ibadah haji.

Adapun hikmah dari perintah Allah untuk mengumpulkan orang-orang yang melaksanakan ibadah haji pada tanggal 9 Dzulhijjah di padang Arafah dengan pakaian ihram adalah agar mereka mau berangan-angan bahwa Allah hanya memandang ketakwaan dari seorang hamba bukan dari kedudukan, status, ataupun pakaian yang di kenakannya. Karena ketika mereka kumpul di Arafah ini, status mereka sama, sama-sama seorang manusia dan seorang hamba.

Sebagian ulama juga ada yang berpendapat bahwa ayat terakhir dalam alqur’an di turunkan pada hari Arafah. Yakni surat al-maidah ayat-3. Turunnya ayat terakhir tersebut disampaikan Rosullah SAW dalam khotbahnya di padang Arafah pada hari Jum’at saat beliau menunaikan ibadah haji untuk yang terakhir kali. Sebagaimana yang diriwayatkan dari sayyidina Umar dalam hadist di bawah ini:

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الصَّبَّاحِ سَمِعَ جَعْفَرَ بْنَ عَوْنٍ حَدَّثَنَا أَبُو الْعُمَيْسِ أَخْبَرَنَا قَيْسُ بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِأَنَّ رَجُلًا مِنْ الْيَهُودِ قَالَ لَهُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ آيَةٌ فِي كِتَابِكُمْ تَقْرَءُونَهَا لَوْ عَلَيْنَا مَعْشَرَ الْيَهُودِ نَزَلَتْ لَاتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا قَالَ أَيُّ آيَةٍ قَالَ { الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمْ الْإِسْلَامَ دِينًا }

قَالَ عُمَرُ قَدْ عَرَفْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ وَالْمَكَانَ الَّذِي نَزَلَتْ فِيهِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ قَائِمٌ بِعَرَفَةَ يَوْمَ جُمُعَةٍ

Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ash Shabbah bahwa dia mendengar Ja’far bin ‘Aun berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu Al ‘Umais, telah mengabarkan kepada kami Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab dari Umar bin Al Khaththab; Ada seorang laki-laki Yahudi berkata: Wahai Amirul Mukminin, ada satu ayat dalam kitab kalian yang kalian baca, seandainya ayat itu diturunkan kepada kami Kaum Yahudi, tentulah kami jadikan (hari diturunkannya ayat itu) sebagai hari raya (‘ied). Maka Umar bin Al Khaththab berkata: Ayat apakah itu? (Orang Yahudi itu) berkata: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian. (QS. Al Maidah ayat 3). Maka Umar bin Al Khathab menjawab: Kami tahu hari tersebut dan dimana tempat diturunkannya ayat tersebut kepada Nabi SAW, yaitu pada hari Jum’at ketika Beliau SAW berada di Arafah.

Keistimewaan hari Arafah bisa kita temukan dalilnya secara umum maupun secara khusus. Hari tanggal 9 Dzulhijjah ini merupakan hari yang utama. Bahkan dalam madzhab fiqih Syafi’iyyah ketika seorang suami mentalak istrinya menggunakan qoyyid hari yang utama, maka talak tersebut jatuh pada hari Arafah.

Termasuk keutamaanya adalah pada hari ini, Allah lebih banyak membebaskan hambanya dari siksa neraka sebagai mana hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ؟

Artinya: “Tidak ada hari di mana Allah membebaskan hamba dari neraka lebih banyak daripada Hari Arafah, dan sungguh Dia mendekat lalu membanggakan mereka di depan para malaikat dan berkata: ‘Apa yang mereka inginkan?.” (HR Muslim)

Imam Nawawi menganjurkan untuk memperbanyak beramal sholeh pada hari Arafah. Menekankan ibadah-ibadah sunnah pada hari tersebut. Termasuk juga berpuasa Arafah. Puasa Arafah ditekankan untuk dilaksanakan pada orang yang tidak sedang menjalani ibadah haji. Adapun orang yang sedang menjalani ibadah haji, puasa Arafah ini tidak dianjurkan. Sebagaimana riwayat hadist di bawah ini:

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ ابْنُ عُلَيَّةَ، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَفْطَرَ بِعَرَفَةَ وَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ أُمُّ الْفَضْلِ بِلَبَنٍ فَشَرِبَ ‏.‏ وَفِي الْبَابِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَابْنِ عُمَرَ وَأُمِّ الْفَضْلِ.‏ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.‏ وَقَدْ رُوِيَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ حَجَجْتُ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَلَمْ يَصُمْهُ يَعْنِي يَوْمَ عَرَفَةَ وَمَعَ أَبِي بَكْرٍ فَلَمْ يَصُمْهُ وَمَعَ عُمَرَ فَلَمْ يَصُمْهُ وَمَعَ عُثْمَانَ فَلَمْ يَصُمْهُ‏.‏ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ يَسْتَحِبُّونَ الإِفْطَارَ بِعَرَفَةَ لِيَتَقَوَّى بِهِ الرَّجُلُ عَلَى الدُّعَاءِ وَقَدْ صَامَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ يَوْمَ عَرَفَةَ بِعَرَفَةَ.‏

Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani’] telah menceritakan kepada kami [Isma’il bin ‘Ulaiyah] telah menceritakan kepada kami [Ayyub] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam buka puasa di ‘Arafah dan Ummul Fadll mengirim susu kepadanya, lalu beliau meminumnya.

Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Abu Hurairah, Ibnu Umar dan Ummul Fadl. Abu ‘Isa berkata, hadits Ibnu Abbas merupakan hadits hasan shahih. Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau berkata, saya telah melaksanakan haji bersama Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam sedangkan beliau tidak puasa di ‘Arafah, saya juga pernah berhaji bersama Abu Bakar dia juga tidak puasa ‘Arafah, pernah juga bersama Umar dan dia tidak berpuasa, demikian juga halnya bersama ‘Utsman dia juga tidak berpuasa, (hadits ini) juga diamalkan oleh kebanyakan para ulama, mereka mensunnahkan untuk tidak berpuasa di ‘Arafah supaya kuat untuk berdo’a. dan sebagian ulama juga ada yang berpuasa Arafah ketika berada di Arafah.

Adapun keutamaan-keutamaan puasa Arafah di antaranya adalah:
Dibebaskan dari dosa selama 2 tahun. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِيْ قَبْلَهُ

Artinya: “Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR Muslim).

Menurut mayoritas ulama’, dosa yang dihapus oleh Allah sebab puasa Arafah adalah dosa-dosa kecil yang ia kehendaki untuk dihapusnya.

Itulah sekelumit tentang hari Arafah yang bisa saya sampaikan. Semoga bisa bermanfaat untuk kita semua. Amiin.

Pewarta: Muhammad Wafiq (Mahasiswa Universitas Al-Qolam Malang)

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img
-- advertisement --spot_img

Jangan Lewatkan

Terkini