Selasa, September 10, 2024
spot_img

Pandangan Gus Dur Terhadap Negara Bangsa (Nation State)

numalang.id – Masa pemerintahan Gus Dur memang tidak berlangsung lama. Dari segi kebijakannya pun sering dianggap sebagai kebijakan yang kontroversial. Namun, jika kita mencari benang merah dari kebijakannya, pasti akan menemukan titik temu. Karena, dalam pengambilan keputusan ia tidak hanya merujuk pada ranah politik, akan tetapi pada ranah budaya. Walaupun umur pemerintahan yang dijalankannya tidak terlalu lama, ia mampu membawa dan membuat Indonesia lebih baik dari pada Orde Baru dalam satu sisi.

Pemikiran Gus Dur tentang Negara dari segi Islam. Secara paradigmarik, pemikiran politik Islam ala Gus Dur berangkat dari qaidah Fiqh yang berbunyi;

تصرف إلا مام على الرعية منوط با لمصلحة

” Kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya dikaitkan dengan kemaslahatan”. Dalam qaidah ini, Gus Dur menempatkannya sejajar bersama dengan demokrasi ( Syura ), dan persamaan ( al-musawah ). Tanpa adanya keadilan, sebuah kepemimpinan politik, cacat Dimata agama, dan oleh karena itu, halal untuk dilawan, apalagi ketika ketidakadilan itu menjalar pada penyimpangan syariat. ( M. Yahya Al Mustaufi, ” Ajaran Sang Wali,”dalam Pandangan Gus Dur Tentang Kenegaraan dari Berbagai Sudut, hal: 15).

Adapun pemimpin harus berupaya mewujudkan kesejahteraan rakyat, yang meliputi lima hak dasar, yaitu (1) keselamatan fisik; (2) keselamatan keyakinan dari berbagai pemaksaan; (3) keselamatan keluarga dan keturunan; (4) keselamatan harta benda;(5) keselamatan akan pekerjaan serta profesi. Oleh karena itu, selama dapat mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat, kepemimpinan tersebut memiliki legitimasi dalam pandangan Islam. Sementara, kepemimpinan yang tidak berorientasi pada kesejahteraan rakyat, berarti menyalahi atau bertentangan dengan pandangan Islam.( Johari, ” Konsepsi Fikih Politik Gus Dur; Negara Pancasila”, dalam Fikih Gus Dur, hal109 ).

Pemisahan antara agama dan negara, yang menjadi pilihan Gus Dur, bukan berarti pemisahan antara agama dan politik. Agama dan politik dapat dihubungkan namun tidak pada tingkat ideologi. Pendirian tersebut secara gamblang dinyatakannya ketika menjawab pertanyaan Nakamura yang berkaitan dengan sikapnya yang memisahkan agama dan negara di satu sisi, namun membawa agama dalam kehidupan bernegara. Jawaban tersebut secara lengkap sbb:
” Yang terjadi adalah kelangkaan moralitas dalam kehidupan berpolitik dewasa ini. Jadi dengan demikian kalau masyarakat sekuler di Barat ada moralitas non agama dalam kehidupan politik, di negara-negara berkembang yang belum memiliki tradisi yang mapan, moralitas ditegakkan melalui dasar-dasar agama. Dalam pandangan penulis, ukuran-ukuran ideologis-agama tetap tidak memperoleh tempat dalam kehidupan bernegara. Disinilah letak perbedaan antara moralitas dan ideologi, walaupun sama-sama berasal dari Wahyu yang satu.” ( Johari, ” Fikih Gus Dur”, dalam Konsepsi Fikih Politik Gus Dur; Negara Pancasila, hal; 113).

Senada dengan hal itu, Aristoteles dalam bukunya Politics, Aristoteles mengemukakan beberapa bentuk negara. Bentuk negara itu terkait erat dengan aspek moralitas. Itu terbukti dari klasifikasinya mengenai negara yang baik dan negara yang buruk. Negara yang baik adalah negara yang sanggup mencapai tujuan-tujuan negara, sedangkan negara yang buruk ialah negara yang gagal melaksanak cita-cita tersebut. Aristoteles mengklasifikasikan negara ke dalam beberapa kategori, yaitu; monarki, tirani, aristokrasi, dan oligarki.( Moh. Asy’ari Muktar, ” The Ideal State “, dalam “Dinamika Teoritik Masyarakat dan Negara”, hal; 43 ).

Bagi Aristoteles, monarki adalah bentuk negara ideal karena ia diperintah oleh seorang penguasa yang filsuf, Arif, dan bijaksana. Kekuasaannya untuk kesejahteraan masyarakat. Tapi, Aristoteles, menyadari bahwa sistem monarki nyaris tak mungkin ada dalam realitas. Ia hanya refleksi gagasan normatif yang sukar terealisasi dalam dunia empiris, karena itu kemudian ia menyadari bahwa aristokrasi jauh lebih realistis untuk terwujud dalam kenyataan. Dari bentuk sistem negara itu, yang paling mungkin diwujudkan atau terwujud dalam kenyataan ialah demokrasi atau politea (polis).( Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat,Hal 47 ).

Jadi, menurut hemat kami, bahwa Negara Bangsa menurut pandangan Gus Dur adalah negara yang mampu mensejahterakan masyarakatnya dalam segala lini kehidupan di sebuah bangsa tersebut.

Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat dan barokah.

Penulis: Sundoko (Ketua LBM MWCNU Wagir)

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img
-- advertisement --spot_img

Jangan Lewatkan

Terkini